Tilang Saja Pak !

Minggu kemarin, kebetulan saya ambil cuti selama 3 hari kerja, tapi karena ada libur dan cuti bersama totalnya saya jadi libur kerja lebih dari 1 minggu. Alhamdulillah πŸ™‚

Ada kejadian, sepertinya layak juga di share disini.

Waktu itu mertua saya dapat telepon dari anak keduanya atau adik ipar saya. Adik iparku bilang dia ditilang. Kebetulan pada saat ditilang itu adikku itu memang tidak melengkapi segala keperluan berkendara, seperti tidak bawa STNK, tidak pakai helm dan memang belum memiliki SIM.

Itu pengalaman pertama adik saya ditilang. Saya sudah kebayang pastilah betapa paniknya adik saya itu. Setelah telepon itu, saya, ibu saya dan anak saya yang pertama, Haykal, langsung menuju lokasi. Sesampainya disana memang sedang diadakan razia. Banyak motor yang Β berhenti dipinggir jalan untuk pemeriksaan kelengkapan berkendara.

Dari kejauhan, terlihat adik saya dan temannya sedang berdiri dibawah pohon dengan raut wajah penuh kepanikan. Saya pikir, ini paniknya karena ditilang atau karena takut dimarahi mamanya ya ? hehe.

Setelah saya parkirkan mobil, langsung saya samperi pak polisi. “Selamat siang, pak. Saya kakak dari mba yang itu, pak”. Kemudian pak polisi memanggil adik saya sambil berkata, “Sini mba, siapa tadi yang berhentiin motor mba ?”. Lah kok, pake nanya siapa yang berhentiin, kalau mau ditilang, ya ditilang aja, saya pikir. Kemudian teman adik saya menunjuk satu orang polisi yang berada di seberang jalan, “Bapak yang itu, pak”, sambil menunjuk ke arah pak polisi tersebut. Pak polisi itu langsung berkata, “Oh, itu komandan saya tuh”. Kemudian pak polisi itu berjalan ke arah polisi yang katanya komandannya itu.

Sambil menunggu pak polisi itu memangggil yang katanya komandannya itu, saya memperhatikan 2 orang ibu-ibu yang sedang di proses oleh salah satu polisi. Pada saat itu, saya lihat salah satu ibu itu menyodorkan beberapa lembar uang puluhan ribu. Langsung saja, polisi yang menprosesnya itu menampiknya, “Apaan ini ! Ga ada uang-uang seperti ini”. Wedeuhhh, mantaf nih pak polisi, ga mau terima sogokan. Apa karena polisi itu sadar kalau saya sedang memperhatikan, jadi dia berkata seperti itu ya. (Hus…. Octa… Octa jangan su udzon ta….)

Kemudian, tidak berapa lama, dua orang polisi mendekati saya. Satu polisi yang tadi berurusan dengan saya dan satu lagi yang katanya si komandannya itu. Sambil berjalan mendekati saya, si komandan berkata, ” Gimana nih pak, STNK ga bawa, terus ga punya SIM lagi ?”. Loh… loh… loh, kok malah nanya gimana sih. Sudah jelas-jelas salah, ya ditilang dong pak, pikir saya. “Gimana pak ?”. Dengan tegas saya jawab, “Tilang saja pak !”. Β Kedua polisi itu terlihat kaget, kemudian salah satu polisinya berkata, “Tunggu sebentar ya pak”. Lalu, kemudian 2 polisi itu ngeluyur menjauhi saya. Dari kejauhan, saya lihat salah satu polisi itu berbicara sesuatu dengan kawannya, kemudian ga berapa lama balik lagi kearah saya, sambil berbicara dengan kawannya yang lain. Sayup-sayup terdengar, kawannya itu bilang bahwa surat tilang di saya sudah habis. Loh… loh… loh, kok bisa habis. Emang sudah berapa orang yang sudah ditilang, kok bisa habis, ini habis atau memang ga bawa surat tilang ya, pikir saya.

Setelah itu, si polisi langsung berjalan menuju adik saya dan temannya. Loh… loh… loh, kok saya dilewatkan, makin ga jelas nih polisi. Polisi itu berkata ke adik saya, “Kali ini saya beri peringatan saja, lain kali dilengkapi ya mba”. Nah loh…. lah saya suruh ditilang aja, kok malah dilepaskan, ya Alhamdulillah, pikir saya.

Ada beberapa kejanggalan yang bisa saya simpulkan dari kejadian diatas yang membuat saya menjadi curiga.

Pertama,
Si polisi itu kenapa harus bertanya kepada adik ipar saya siapa yang memberhentikannya. Memang ada urgensinya harus tahu siapa yang memberhentikan ? Bukannya pada saat proses interogasi si polisi itu sudah tahu apa kesalahan adik saya ?

Kedua,
Kenapa si polisi yang katanya komandan itu masih harus bertanya, “gimana nih pak ?”. Lah, sudah jelas adik saya tidak membawa kelengkapan berkendara, seharusnya ditilang dong, tidak perlu bertanya lagi harus bagaimana. Kalau kata coker, “Kadang rada… rada nih…”.

Ketiga,
Kok, bisa-bisanya surat tilangnya habis. Memang sudah berapa banyak mengeluarkan surat tilang pada saat itu ? Ini habis, atau memang sebenarnya memang tidak membawa surat tilang ?

Dari kesimpulan diatas, saya jadi bersu-udzon kepada “segerombolan” polisi tersebut bahwa mereka tidak bersungguh-sungguh untuk menilang pengendara motor yang memang bersalah. Mereka hanya memanfaatkan wewenangnya atas nama hukum untuk mendapatkan uang untuk keperluan pribadi mereka.

Maaf, bukan saya ingin menjelek-jelekkan polisi, tapi oknum-oknum seperti inilah yang menjelek-jelekan nama korps mereka sendiri. Saya hanya menceritakan apa adanya. Saya yakin tidak semua polisi seperti itu. Masih banyak polisi punya hati nurani, masih banyak polusi yang jujur, masih banyak polusi yang punya iman dan takwa.

Apa yang bisa dipelajari dari kejadian diatas ?

Sebagai pengendara bermotor, sudah seharusnya melengkapi surat-surat dan kelengkapan saat berkendara. Kalau memang bersalah, akui saja dan terima dengan besar hati kalau memang harus ditilang. Minta surat tilang dan jangan pernah memberikan uang sedikit pun ditempat. Kalau ada oknum polisi menawarkan titip sidang dan meminta sejumlah uang tertentu, jangan mau. Sebenarnya itu hanya akal-akalan oknum polisi saja.

Biasakan untuk berani mengakui kesalahan. Kalau memang harus dihukum, hadapi itu dengan hati terbuka. Lah, memang kita salah kok. Karena sesungguhnya hukuman itu adalah “cambuk” untuk kita agar kedepannya tidak lagi mengulangi kesalahan. Dan tentunya ketika kita berani mengakui kesalahan dan ikhlas menerima konsekuensinya, insya Allah kita akan menjadi pribadi yang lebih baik dan makin baik.

Untuk adikku, jangan diulangi lagi ya. Sudah cukup Uda sekali saja merayakan tilang pertamamu di pizza hut waktu itu πŸ™‚

Oh ya, ada satu lagi yang harus saya ceritakan. Setelah urusan dengan polisi selesai, sambil berjalan menuju mobil, saya perhatikan ada seorang pengendara motor yang menyerahkan sesuatu yang terlihat seperti gulungan uang lembaran kepada polisi dan polisi itu menerimannya….. eng ing eng πŸ™‚

Salam Bahagia,
Octa Dwinanda

32 thoughts on “Tilang Saja Pak !”

  1. Menurut saya, lestarinya polisi yang cari targetan di jalan itu juga ga lepas sama pengendara yang lebih memilih bayar uang lebih daripada ditilang.
    Saya punya cerita lain, adik saya pernah ditilang karena ga bawa SIM (STNK ada), dia minta dibawa ke sidang, datang sendiri ke tempat sidang, ujung2nya disana malah diminta ga usah sidang tapi dimintain uang juga.

    1. ya, setuju. seperti lingkarang setan ya rim

      seharusnya bukan minta disidang rim. Minta aja ditilang. Kalau minta ditilang berarti kita mengaku salah dan ga perlu disidang. Nanti ada prosedur untuk bayar denda tilang. Bayarnya tidak ditempat, tapi melalui bank

  2. Hehheh..kalo disini juga banyak tuh polisi yang kayak gitu.
    Tapi apa boleh buat, banyak juga masyarakat yang memilih untuk nyogok, lumayan ketimbang ditilang biayanya mahal banget πŸ˜€
    Tapi syukur deh kalo gak jadi ditilang πŸ™‚

  3. sebenarnya mereka juga agak malas jika harus sampai ke pangadilan, karena yang kena tilang dan polisinya harus hadir…pengalaman teman saya πŸ™‚

  4. Karena banyak kasus kelakuan polisi seperti itu, di kampung halaman saya udah jadi rumor bahwa yang namanya polisi pasti perutnya BUNCIT karena kebanyakan Makan Rezeki Haram πŸ™‚

  5. Salam.

    Saya juga pernah ditilang gara=gara salah belok waktu mudik lebaran.
    Akhirnya dibawa ke pos polisi dan diproses.
    Belum sempat selesai proses tilang, muncul bos polisi yang mengadakan sidak.

    Akhirnya aku dilepas tanpa bayar apa-apa.
    Yowis langsung wuzz…mudik lagi.

    Salam sehati

  6. Saya juga dulu pernah kena tilang, gara2 masuk jalur busway di psr rumput.
    Mereka ga mau damai akhirnya ketemu di pengadilan, lumayan kena 200 rb an
    anggap aja buang sial he he he
    Salam

  7. Bawa motor pernah ditilang, mengendarai mobil juga beberapa kali pernah ditilang. Yang saya inget pernah diloloskan begitu saja tapi juga pernah “damai” …:ehm:

    1. dulu saya juga pernah ditilang dan SIM saya di tahan, disuruh diambil di kantor polisi. Di kantor polisi disuruh bayar sejumlah uang. Kebetulan ga bawa uang, yang ada beberapa lembar ribuan lecek di saku celana. Jadi “Damainya” pake ribuan lecek itu…. hehe

  8. Dulu waktu belum punya SIM, saya sering banget ketilang. Sekarang dah punya SIM dan berharap bisa menunjukkan ke pak polisi, belum juga kesampaian, uugh :kusut:

  9. yang menjadi ganjalan untuk menerima sanksi dari kesalahan kita itu biasanya beban biaya tilangnya, nah, ini yang menjadi masalah, mungkin kalau urgen sampai 200 ribu (setau saya gakada) itu gakpapa, tapi kalau sampai di pengadilan bisa tergantung putusan hakim, kalau lebih dari 500ribu (menurut UU begitu) ya sulit juga. hehe. hati2 aja deh kedepannya.

    1. kalau ga mau ditilang, ya harus taat peraturan lalu-lintas. bawa sura-suratnya, taati marka jalan dan berdoa sebelum berpergian πŸ™‚

  10. wah…wah…wah… Semoga budaya ini segera berakhir ya mas, karena bagaimanapun sikap diatas benar2 menunjukkan karakter bangsa kita :supercry:

  11. Tidak dapat menunjukkan STNK seharusnya polisi menahan motor yang diperiksa. Karena bisa jadi motor itu motor curian. Dari sini saja sudah jelas kalau polisi yang merazia tidak benar benar niat merazia. Hanya ingin tambahan duit haram aja di saku.

    1. nah itu jadi kekhawatiran lain tuh…. pernah temen menyerahkan motornya dan disuruh mengambilnya di kantor polisi tertentu… eh ternyata ditipu dan motornya ga balik…. ternyata bener-bener polisi gadungan

  12. Just Smile Up mas… Masih banyak beredar di jalan raya polisi macam ini… Padahal wong londo aja udah nge upload ke youtube kok ndak jera-jera loh… Percuma saja ‘komandan’ mereka koar-koar di publik klo tidak ada ‘uang damai’ tapi dilapangan bertolak pinggang… he tolak belakang.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *